Jumat, 29 April 2016

Aliran Qodariyah

PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang Masalah
Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang Ilmu Kalam. Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Ilmu kalam juga diartikan sebagai teologi Islam atau ushuluddin, yang artinya ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar agama. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak mudah digoyahkan. Mengenai ilmu kalam ini, Muncullah perbedaan pendapat di kalangan umat Islam.
Perbedaan yang pertama muncul dalam Islam bukanlah masalah teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi perselisihan politik ini, seiring dengan perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan teologi. perbedaan itu demikian tampak melalui perdebatan aliran-aliran kalam yang muncul tentang berbagai persoalan. Tetapi patut dicatat bahwa perbedaan yang ada umumnya masih sebatas pada aspek filosofis diluar persoalan keesaan Allah, keimanan kepada para rasul, paramalaikat, hari akhir dan berbagai ajaran nabi yang tidak mungkin lagi ada peluang untuk memperdebatkannya. Misalnya tentang kekuasaan Allah dan kehendak manusia, kedudukan wahyu dan akal, keadilan Tuhan. Perbedaan itu kemudian memunculkan berbagai macam aliran, salah satu diantaranya ialah aliran Qadariyah.

B. Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Qadariyah?
2.      Bagaimana  latar belakang munculnya aliran Qadariyah?
3.      Siapa saja tokoh-tokoh Qadariyah?
4.      Apa doktrin-doktrin/ajaran Qadariyah?
5.      Adakah sekte dalam aliran qodariyah?


BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Qodariyah
   Qadariyah berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata قَدَرَ (qadara) yang artinya kemampuan atau kekuatan. Adapun pengertian terminologi, Qodariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Allah. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap manusia mempunyai qudrat atau kekuatan  untuk melaksanakan kehendaknya. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat difahami bahwa Qadariyah dipakai untuk nama suatu aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Dalam hal ini, harun nasution turut menegaskan bahwa kaum Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar tuhan. Seharusnya, sebutan Qadariyah diberikan pada aliran yang berpendapat bahwa qadar telah menentuka segala tingkah laku manusia, baik yang bagus maupun yang jahat.[1]
Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Dr. Hadariansyah, orang-orang yang berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk.[2]
Aliran ini merupakan aliran yang lebih suka mendahulukan akal dan pikiran dari pada prinsip ajaran Al-Qur’an dan hadits sendiri dalam menyelesaikan berbagai masalah. Al-Qur’an dan Hadits mereka tafsirkan berdasarkan logika semata-mata. Padahal kita tahu bahwa logika itu tidak bisa menjamin seluruh kebenaran, sebab logika itu hanya jalan pikiran yang menyerap hasil tangkapan panca indera yang serba terbatas kemampuannya. Jadi seharusnya logika dan akal pikiranlah yang harus tunduk kepada Al-Qura’n dan Hadits, bukan sebaliknya.

B. Sejarah Munculnya Aliran Qodariyah
Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al-Juhaini dan Ghailan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M.
Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmad Amin, aliran Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh orang Irak yang pada mulanya beragama Kristen, kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke agama Kristen. Namanya adalah Susan, demikian juga pendapat Muhammad Ibnu Syu’ib. Sementara W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain yang menyatakan bahwa paham Qadariyah terdapat dalam kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun 700M. Sedangkan, menurut seorang ahli teologi lain, Ma’bad Al-Juhaini dan Ghailan Ad-Dimasyqi adalah penganut Qadariyah yang hidup setelah Hasan al-Bashri. Kalau dihubungkan dengan keterangan adz-Dzahabi dalam Mizan Al-Milal, seperti dikutip Ahmad Amin yang menyatakan bahwa Ma’bad al-Juhaini pernah belajar pada Hasan al-Bashri., maka sangat mungkin faham Qadariyah ini pertama kali dikembangkan oleh Hasan al-Bashri.
Ada pula pendapat lain yang mengatakan bahwa Qadariyah mula-mula ditimbulkan pertama kali sekitar tahun 70 H/689 M, dipimpin oleh seorang bernama Ma’bad al-Juhani dan Ja’ad bin Dirham, pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M). Menurut Ibn Nabatah, Ma’bad al-Juhani dan temannya Ghailan al-Dimasyqi mengambil faham ini dari seorang Kristen yang masuk Islam di Irak. Ma’ad al-Juhni adalah seorang tabi’in, pernah belajar kepada Washil bin Atho’, pendiri Mu’tazilah. Dia dihukum mati oleh al-Hajaj, Gubernur Basrah, karena ajaran-ajarannya. Dan menurut al-Zahabi, Ma’ad adalah seorang tabi’in yang baik, tetapi ia memasuki lapangan politik dan memihak Abd al-Rahman ibn al-Asy’as, gubernur Sajistan, dalam menentang kekuasaan Bani Umayyah. Dalam pertempuran dengan al-Hajjaj, Ma’ad mati terbunuh dalam tahun 80 H.
Paham Qadariyah muncul setelah kaum muslimin menguasai daerah yang luas sehingga terjadi asimilasi dan penetrasi kebudayaan dengan orang non Arab. Pada waktu yang sama banyak bangsa non Arab masuk Islam, di antara mereka masih banyak terpengaruh agama dan kebudayaan nenek moyangnya. Oleh sebab itu, tak dapat dihindari timbulnya asumsi bahwa paham Qadariyah dipengaruhi oleh teologi dan kebudayaan dari luar Islam yaitu Masehi dan Yunani.[3]
Faham Qadariyah mendapat tantangan keras dari umat islam ketika itu. Ada beberapa hal yang mengakibatkan terjadinya reaksi keras ini, antara lain:
1.      Dilihat dari segi historis, masyarakat Arab sebelum islam kelihatannya dipengaruhi oleh faham fatalis. Kehidupan bahasa arab ketika itu serba sederhana dan jauh dari pengetahuan. Mereka selalu terpaksa mengalah kepada keganasan alam, panas yang menyengat, serta tanah dan gunungnya yang gundul. Faham itu terus dianut kendatipun mereka sudah beragama islam. Karena itu, ketika faham Qadariyah dikembangkan, mereka tidak dapat menerimanya. Faham Qadariyah itu dianggap bertentangan dengan doktrin islam.
2.      Tantangan dari pemerintah ketika itu. Tantangan ini sangat mungkin terjadi karena para pejabat pemerintahan menganut faham Jabariyah. Ada kemungkinan juga pejabat pemerintah menganggap faham Qodariyah sebagai suatu usaha menyebarkan faham dinamis dan daya kritis rakyat, yang pada gilirannya mampu mengkritik kebijakan-kebijakan mereka yang dianggap tidak sesuai, dan bahkan dapat menggulingkan mereka dari tahta kerajaan.




C. Tokoh dan Doktrin-Doktrin/Ajaran Aliran Qodariyah
   Ajaran-ajaran Mazhab ini banyak memiliki persamaan dengan ajaran Mu’tazilah sehingga Aliran Qadariyah ini sering juga disebut dengan aliran Mu’tazilah, kesamaan keduanya terletak pada kepercayaan keduanya yang menyatakan bahwa manusia mampu mewujudkan tindakan dan perbuatannya, dan tuhan tidak campur tangan dalam perbuatan manusia ini, dan mereka menolak ungkapan bahwa segala sesuatu terjadi karena qada dan qadar Allah SWT.
Tokoh – tokoh qadariyah:  
1.      Abdullah ibn Umar
2.      Jabir ibn Abdullah
3.      Al-Ja'd bin Dirham
4.      Anas ibn Malik
5.      Ma'bad ibn Khalif al-Juhani al-Basri
6.      Ghailan al-Dimasyqi
7.      Hasan Al-Bashri
8.      Al-jahm bin Shafwan
9.      Ibnu Sauda' Abdullah bin Saba' Al-Yahudi 

Diantara tokoh faham qadariyah yaitu:
1.      Ajaran Ma’bad Al-Juhaini
a.       Perbuatan manusia diciptakan atas kehendaknya sendiri, oleh karena itu ia bertanggung jawab atas segala perbuatannya.
b.      Tuhan sama sekali tidak ikut berperan serta dalam perbuatan manusia.
c.       Tuhan tidak tahu sebelumnya apa yang akan dilakukan oleh manusia, kecuali setelah perbuatan itu dilakukan, barulah tuhan mengetahuinya.

2.      Ajaran Ghailan Ad-Dimasyqi
a.       Manusia menentukan perbuatannya dengan kemauannya dan mampu berbuat baik dan buruk tanpa campur tangan tuhan. Jadi surga atau neraka yang didapatnya bukan merupakan takdir Tuhan melainkan karena kehendak dan perbuatannya sendiri.
b.      Iman ialah mengetahui dan mengakui Allah dan rasulnya, sedangkan amal perbuatan tidak mempengaruhi iman.
c.       Al-Qur’an itu makhluk.
d.      Allah tidak memiliki sifat.
e.       Iman adalah hak semua orang, bukan dominasi Quraisy asal cakap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan as-Sunnah.
takdir dalam pandang Qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir  yang umum di pakai bangsa Arab ketika itu, yaitu faham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah di tentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah di tentukan sejak azali terhadap dirinya. Dalam faham Qadariyah, takdir itu ketentuan Allah yang di ciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hukum yang dalam istilah Al-Quran adalah sunatullah. Dan Secara alamiah manusia mempunyai takdir yang tak dapat diubah mengikuti hukum alam seperti tidak memiliki sayap untuk terbang, tetapi manusia memiliki daya untuk mengembangkan pemikiran dan daya kreatifitasnya sehingga manusia dapat menghasilkan karya untuk mengimbangi atau mengikuti hukum alam tersebut dengan menciptakan pesawat terbang.
Menurut Ahmad Amin dalam kitabnya Fajrul Islam, pokok-pokok ajaran Qodariyah itu adalah:
1.      Orang yang berdosa besar itu bukan kafir dan bukan mukmin, tapi fasiq dan orang fasiq itu masuk neraka secara kekal.
2.      Allah SWT. Tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan manusialah yang menciptakannya dan karena itulah maka manusia akan menerima pembalasan baik (surga) atas segala amal baiknya, dan menerima balasan buruk (siksa Neraka) atas segala amal perbuatannya yang salah dan dosa karena itu pula, maka Allah berhak disebut adil.
3.      Kaum Qadariyah mengatakan bahwa Allah itu maha esa atau satu dalam arti bahwa Allah tidak memiliki sifat-sifat azali, seprti ilmu, Kudrat, hayat, mendengar dan melihat yang bukan dengan zat-nya sendiri. Menurut mereka Allah SWT, itu mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar, dan meilahat dengan zatnya sendiri. Yang menyebabkan mereka berpendapat seperti itu ialah karena pada zaman itu banyak orang yang menganggap bahwa zat Allah SWT itu jasmani dan memiliki sifat-sifat yang sama dengan makhluk.
4.      Kaum Qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, walaupun Allah tidak menurunkan agama. Sebab segala sesuatu yang ada memiliki sifat yang menyebabkan baik atau buruk.

Diantara ciri-ciri paham Qadariyah adalah sebagai berikut:
1.      Manusia berkuasa penuh untuk menentukan nasib dan perbuatannya, maka perbuatan dan nasib manusia itu dilakukan dan terjadi atas kehendak dirinya sendiri, tanpa ada campur tangan Allah SWT.
2.      Iman adalah pengetahuan dan pemahaman, sedang amal perbuatan tidak mempengaruhi iman. Artinya, orang berbuat dosa besar tidak mempengaruhi keimanannya.
3.      Orang yang sudah beriman tidak perlu tergesa-gesa menjalankan ibadah dan amal-amal kebajikan lainnya.

Secara terperinci asas-asas ajaran Qadariyah adalah sebagai berikut :
1.      Mengingkari takdir Allah SWT dengan maksud ilmu-Nya.
2.      Melampau di dalam menetapkan kemampuan manusia dengan menganggap mereka bebas berkehendak (iradah). Di dalam perbuatan manusia, Allah tidak mempunyai pengetahuan (ilmu) mengenainya dan ia terlepas dari takdir (qadar). Mereka menganggap bahawa Allah tidak mempunyai pengetahuan mengenai sesuatu kecuali selepas ia terjadi.
3.      Mereka berpendapat bahawa Allah tidak bersifat dengan suatu sifat yang ada pada makhluknya. Kerana ini akan membawa kepada penyerupaan (tasybih).
4.      Mereka berpendapat bahawa al-Quran itu adalah makhluk. Ini disebabkan pengingkaran mereka terhadap sifat Allah.
5.      Mengenal Allah wajib menurut akal, dan iman itu ialah mengenal Allah.
6.      Mereka mengingkari melihat Allah (rukyah), kerana ini akan membawa kepada penyerupaan (tasybih).
7.      Mereka mengemukakan pendapat tentang syurga dan neraka akan musnah (fana'), selepas ahli syurga mengecap nikmat dan ahli neraka menerima azab siksa.

Dalil-dalil yang digunakan sebagai alasan Qodariyah, Sungguh pun demikian aliran ini tidaklah berjalan mulus begitu saja tanpa adanya tantangan-tantangan. Banyak kritik ditujukan kepadanya, tetapi para pengikutnya rupanya tidak begitu surut, sebab faham Qadariyah dianggap lebih rasional yang lambat laun diteruskan Mu’tazilah yang berupaya menjunjung tinggi martabat manusia sebagai khalifah, yang akan mempertanggung jawabkan segala perbuatannya, dan berupaya mansucikan Allah dari sifat-sifat yang tidak layak. Banyak ayat al-qur’an yang mendukung dan menjadi tempat pijakan doktrin-doktrin Qodariyah, diantaranya yaitu:

1.      QS al-Kahfi: 29
فَمَن شَاءَ فَليُؤمِن وَمَن شَاءَ فَليَكفُر     
“Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir”.

2.      QS Ali Imran: 165

أَوَلَمَّا أَصَا بَتكُم مَصِيبَةً قَد أَصَبتُم مِثلَيهَا قُلتُم أَنَّى هَذَا قُل هُوَمِن عِندِ أَنفُسِكُم  
“Dan Mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu Telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: “Darimana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

3.      QS ar-Ra’d:11
اِنَّ اللهَ لَا يُغَيِّرُمَا بِقَومٍ حَتَّى يُغَيِّرُوامَابِأَنفُسِهِم
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.

4.      QS. An-Nisa: 111
وَمَن يَكسِب اِثمًا فَاِ نَّمَا يَكسِبُهُ عَلَى نَفسِهِ
“Barangsiapa yang mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri”.[4]

D. Sekte dalam Qadariyah 
Seperti faham dalam ilmu kalam lainnya, faham Qadariyah pun terpecah menjadi beberapa kelompok. Banyak pendapat tentang perpecahan Qadariyah ini, diantaranya dikatakan bahwa faham Qadariyah terpecah menjadi dua puluh kelompok besar, yang setiap kelompok dari mereka mengkafirkan kelompok yang lainnya. Dua puluh aliran dari Qadariyah itu adalah:
1.      Washiliyah
2.      ‘Amruwiyah
3.      Hudzaliyah
4.      Nazhamiyah
5.      Murdariyah
6.      Ma‘mariyah
7.      Tsamamiyah
8.      Jahizhiyah
9.      Khabithiyah
10.  Himariyah
11.  Khiyathiyah
12.  Syahamiyah
13.  Ashhab Shalih Qubbah
14.  Marisiyah
15.  Ka‘biyah
16.  Jubbaiyah
17.  Bahsyamiyah
18.  Murjiah Qadariyah
19.  Khabithiyah (pecahan Bahsyamiyah lahir pula aliran besar Khabithiyah)
20.  Himariyah (pecahan Bahsyamiyah lahir pula aliran besar Himariyah )
Dan sesungguhnya Qadariyah terpecah-pecah menjadi golongan yang banyak, tidak ada yang mengetahui jumlahnya kecuali Allah, setiap golongan membuat madzhab (ajaran) tersendiri dan kemudian memisahkan diri dari golongan yang sebelumnya. Inilah keadaan ahlul bid’ah yang mana mereka selalu dalam perpecahan dan selalu menciptakan pemikiran-pemikiran dan penyimpangan-penyimpangan yang berbeda dan saling berlawanan.


















BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Qadariyah berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata qadara yang artinya kemampuan atau kekuatan. Adapun pengertian terminologi, Qodariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Allah. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat difahami bahwa Qadariyah dipakai untuk nama suatu aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al-Juhaini dan Ghailan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M. Menurutnya, Ma’bad dan Ghailan memperoleh fahamnya dari orang Kristen yang masuk Islam di Irak dan kemudian kembali lagi ke agama Kristen. Sedangkan, menurut seorang ahli teologi lain, Ma’bad Al-Juhaini dan Ghailan Ad-Dimasyqi adalah penganut Qadariyah yang hidup setelah Hasan al-Bashri. maka sangat mungkin faham Qadariyah ini pertama kali dikembangkan oleh Hasan al-Bashri.
Aliran Qadariyah ini dipelopori oleh Ma’bad Al-Juhaini dan Ghailan Ad-Dimasyqi. Diantara doktrin-doktrin nya yaitu Perbuatan manusia diciptakan atas kehendaknya sendiri, oleh karena itu ia bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Iman ialah mengetahui dan mengakui Allah dan rasulnya, sedangkan amal perbuatan tidak mempengaruhi iman. Al-Qur’an itu makhluk. Allah tidak memiliki sifat. Doktrin-doktrinnya juga diperkuat dengan beberapa ayat dalam Al-Qur’an.



DAFTAR PUSTAKA

Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya

Hadariansyah, AB, Pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran Islam. Banjarmasin: Antasari Pres.2008

Ahmad Amin, Fajrul Islam. Singapora: Sulaiman al-Mar’i. 1965

Abdul rozak dan rosihon anwar, ilmu kalam. Bandung:pustaka setia.2012




[1] Abdul rozak dan rosihon anwar,ilmu kalam,Bandung:pustaka setia,2012
[2] Hadariansyah, AB, Pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran Islam, (Banjarmasin: Antasari Press, 2008)
[3] Ahmad Amin, Fajrul Islam (Singapora: Sulaiman al-Mar’i, 1965), hlm.284-285.
[4] Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya

Kamis, 21 April 2016

Pemahaman Tentang Konsep Motivasi dalam Belajar

Pemahaman Tentang Konsep Motivasi dalam Belajar
BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Seperti yang kita ketahui akhir-akhir ini setiap pelajar banyak yang belum mengetahui dan mengerti apa itu motivasi, padahal motivasi itu memiliki peran yang sangat penting untuk mewujudkan cita-cita, wawasan, aspirasi, impian, keinginan, keperluan ataupun suatu hal yang ingin dia capai, suatu penggerak atau pengarah seseorang dalam mewujudkan cita-citanya dan dalam tindakan-tindakannya baik itu negatif ataupun positif, untuk itu perlu adanya subyek untuk menambah motivasi seseorang dalam mewujudkan cita-citanya tersebut.
Dan hal itu seorang pengajar menjadi sosok utama dalam pengembangan para pelajar tersebut, karena motivasi itu sangat penting untuk menumbuhkan minat, mendorong kesungguhan untuk mencapai suatu yang benar-benar diinginkan dan diyakini bisa mencapai, dalam artian dalam hal yang positif apabila kita betul-betul memiliki suatu ketakutan atau kemalasan itu merupakan penyakit yang harus disembuhkan dengan bantuan para motivator. Namun, tidak hanya para pengajar yang harus memberikan motivasi, tetapi juga perlu adanya motivasi dari dalam diri kita sendiri.

B. Rumusan Masalah
1.      Apakah definisi motivasi dan hubungan dengan istilah motif, drive dan need?
2.      Sebutkan macam-macam motivasi dan implikasinya dalam belajar?
3.      Bagaimana hubungan motivasi dengan kebutuhan manusia?
4.      Bagaimanakah proses motivasi dalam belajar?
5.      Apa faktor-faktor yang mempermudah timbulnya motivasi belajar; Readiness, Incentive dan Transfer?


BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Motivasi dan Hubungannya dengan Istilah “Motif”, “Drive” dan “Need”
1.      Definisi Motivasi
Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak  untuk melakukan sesuatu. Atau suatu pernyataan yang kompleks didalam suatu  organisme yang mengarahkan tingkah laku/ perbuatan ke suatu tujuan atau perangsang.[1]
Secara etimologi motivasi berarti dorongan, kehendak, atau kemauan. Sedangkan secara terminologi, motivasi adalah tenaga-tenaga (forcer) yang membangkitkan dan mengarahkan tingkah laku individu. Motivasi tidak dapat diamati secara langsung, akan tetapi dapat diinterpretasikan dari tingkah lakunya, baik yang berupa rangsangan, dorongan atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu. Motivasi merupakan kekuatan potensial yang ada dalam diri seorang manusia yang dapat dikembangkan dan dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau negatif.[2]
Mc. Donald mendefinisikan motivasi sebagai suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Perumusan definisi tersebut mengandung tiga unsur yang saling berkaitan yaitu :
1.      Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi seseorang.
2.      Motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan (dorongan afektif).
3.      Motivasi ditandai oleh reaksi – reaksi mencapai tujuan.[3]
Jadi, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu energi atau tenaga yang dapat membangkitkan atau mengarahkan tingkah laku individu yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan, dengan kata lain motivasi merupakan suatu dorongan yang diberikan oleh orang lain untuk mencapai tujuannya.

2.      Hubungan Motivasi dengan Istilah “Motif”, “Drive” dan “Need”
Motif atau “motive” adalah dorongan, hasrat, keinginan dan tenaga penggerak lainya, yang berasal dari dalam diri manusia untuk melakukan sesuatu yang terarah pada kebutuhan psikis atau rohaniah. Desakan atau “Drive” diartikan sebagai dorongan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah. Kebutuhan atau “Need” merupakan suatu keadaan dimana individu merasakan adanya kekurangan, atau ketiadaan sesuatu yang diperlukannya. Meskipun ada variasi makna, ketiga hal tersebut sangat bertalian erat dan sukar dipisahkan, karena semuanya termasuk suatu kondisi yang mendorong individu melakukan suatu kegiatan, yang mana kondisi tersebut disebut dengan motivasi.
Dengan demikian, motivasi merupakan suatu kondisi yang terbentuk dari berbagai tenaga pendorong yang berupa desakan (drive), motif, dan kebutuhan (need). Sehingga untuk menyederhanakan ketiga tenaga pendorong tersebut akan disebut dengan satu istilah saja yang lebih bersifat umum yaitu motif. Motif-motif yang mendorong perilaku individu dapat dikategorikan atas motif dasar dan motif sosial.
Motif dasar berkenaan dengan segala macam bentuk dorongan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Motif ini bersifat instink, dimiliki individu sejak lahir atau diperoleh dalam proses perkembangannya tanpa harus dipelajari. Sedangkan motif sosial merupakan perkembangan dari motif dasar, berkembang karena belajar dari pengalaman, baik belajar dari pengalaman yang disadari, maupun yang dilakukan tanpa rencana. Motif ini berkembang melalui proses interaksi sosial, dan peranannya sangat besar dalam kehidupan sosial.[4]


B. Macam-Macam Motivasi dan Implikasinya dalam Belajar
1.      Macam-macam Motivasi
a.       Secara umum, motivasi terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1)      Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik yaitu yang lahir dari dalam diri manusia yang berupa dorongan yang kuat yang keluar dari dirinya dan memberikan suatu kemampuan untuk melakukan pekerjaan tanpa suatu paksaan. Contoh motivasi intrinsik dalam proses belajar: Anak didik termotivasi untuk belajar semata-mata untuk menguasai nilai-nilai yang terkandung dalam bahan pelajaran, bukan karena keinginan lain seperti ingin mendapat tujuan, nilai yang tinggi, hadiah dan sebagainya.
2)      Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar.
Motivasi belajar dikatakan ekstrinsik bila anak didik menempatkan tujuan belajarnya di luar faktor-faktor situasi belajar. Anak didik belajar karena hendak mencapai tujuan yang terletak di lua hal yang di pelajarinya. Misalnya, untuk mencapai angka tinggi, diploma, gelar, kehormatan dan sebagainya.
Motivasi ekstrinsik bukan berarti motivasi yang tidak di perlukan dan tidak baik dalam pendidikan. Motivasi ekstrinsik diperlukan agar anak didik mau belajar. Berbagai macam bisa dilakukan agar anak didik bisa termotivasi dalam belajar. Guru yang berhasil mengajar adalah guru yang pandai membangkitkan minat anak didik dalam belajar, dengan memanfaatkan motivasi ekstrinsik dalam berbagai bentuknya.

b.      Dilihat dari dasar pembentukannya motivasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1)      Motif-motif bawaan, yakni motif-motif yang dibawa sejak lahir, contoh: dorongan untuk makan, dorongan untuk minum, dorongan untuk bekerja dll.
2)      Motif-motif yang dipelajari, contoh: dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan dan dorongan untuk mengajar sesuatu dalam masyarakat.

c.       Menurut sifatnya motivasi dibedakan atas tiga macam, yaitu:
1)      Motivasi takut (fear motivation), yakni individu melakukan suatu perbutan karena takut. Dalam hal ini seseorang melakukan sesuatu perbuatan dikarenakan adanya rasa takut, misalnya takut karena ancaman dari luar, takut Aku mendapatkan hukuman dan sebagainya.
2)      Motivasi insentif (incentive motivation), yakni individu melakukan suatu perbuatan untuk mendapatkan sesuatu insentif. Bentuk insentif bermacam-macam seperti mendapatkan bonus, hadiah, penghargaan dan lain-lain.
3)      Motivasi sikap (attitude motivation), yakni motivasi ini lebih bersifat intrinsik (muncul dari dalam diri individu) berbeda dengan kedua motivasi sebelumnya yang lebih bersifat ekstrisik dan datang dari luar diri individu. Sikap merupakan suatu motivasi karena menunjukkan ketertarikan atau ketidaktertarikan seseorang terhadap suatu objek.[5]

d.      Menurut Abraham Maslow, motivasi terbagi menjadi lima macam, yaitu:
1)      Motif fisiologis, yaitu dorongan-dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan akanmakan, minum, bernafas, bergerak dll.
2)      Motif pengamanan, yaitu dorongan-dorongan untuk menjaga atau melindungi diri dari gangguan.
3)      Motif persaudaraan dan kasih sayang, yaitu motif untuk membina hubungan baik denga jenis kelamin yang sama maupun yang berbeda.
4)      Motif harga diri, yaitu motif untuk mendapatkan pengenalan, pengakuan penghargaan dan penghormatan dari orang lain.
5)      Motif aktualisasi diri. Manusia memiliki potensi-potensi yang dibawa dari kelahirannya dan kodrtnya sebagai manusia. Potensi dan kodrat ini perlu diaktualkan atau dinyatakan dalam berbagai bentuk sifat, kemampuan dan kecakapan nyata.
Kelima macam motif itu tersusun dari yang paling rendah sampai dengan yang paling tinggi. Menurut maslow pada umumnya motif yang lebih tinggi akan muncul apabila motif dibawahnya telah terpenuhi. Meskipun demikian tidak mustahil terjadi pengecualian, bahwa motif yang lebih tinggi muncul meskipun motif dibawahnya belum terpenuhi.[6]
                                    
2.      Implikasi Motivasi dalam Belajar
Motivasi bisa dikatakan sebagai salah satu penyebab penting akan munculnya perilaku seseorang. Motivasi adalah dorongan, hasrat, yang berasal dari diri seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi bisa membangkitkan daya gerak dan menggerakkan seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu kepuasan atau tujuan.
Berkaitan dengan proses belajar, agar tercipta suasana kegiatan belajar mengajar yang efektif yang dapat mewujudkan hasil belajar yang memuaskan ternyata dibutuhkan suatu dorongan dari dalam jiwa siswa. Ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Peran motivasi sangat potensial untuk mendukung keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Guru berperan untuk menetapkan kebutuhan dan motivasi murid-murid berdasarkan tingkah laku mereka yang nampak. Masalah bagi guru ialah bagaimana menggunakan motivasi murid-murid untuk mendorong mereka bekerja mencapai tujuan pendidikan. Dalam usaha untuk mencapai tujuan itu, perubahan tingkah laku diharapkan terjadi. Oleh karena itu, tugas guru ialah memotivasi murid untuk belajar demi tercapainya tujuan yang diharapkan, serta di dalam proses memperoleh tingkah laku yang diinginkan.
Guru sering menggunakan insentif untuk memotivasi murid-murid atau berusaha mencapai tujuan yang diinginkan. Insentif, apapun wujudnya akan berguna hanya apabila insentif itu mewakili tujuan yang akan dicapai yang kiranya memenuhi kebutuhan psikologis murid-murid. Konsekuensinya guru harus kreatif dan imajinasinya di dalam menggunakan insentif untuk memotivasi agar berusaha mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan.

C. Hubungan Motivasi dengan Kebutuhan Manusia
Dalam setiap perbuatan, manusia pasti mempunyai tujuan tertentu dan berdasarkan motif tertentu pula. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan diperlukan sebuah motivasi. Motivasi inilah yang mengaktifkan atau memberi dorongan kepada manusia untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang dapat memberikan kepuasan apabila berhasil dicapai. Memang sulit untuk mengetahui motivasi pada diri seseorang secara langsung. Namun motivasi pada diri seseorang dapat dilihat dari tingkah lakunya.
Tingkah laku yang memenuhi kebutuhan, cenderung untuk diulangi apabila kebutuhan itu ditumbuhkan. Tingkah laku yang mencapai ke arah tercapainya tujuan menjadi semakin kuat, yakni bilamana seseorang dimotivasi lagi dengan cara yang sama maka tingkah laku itu terjadi lagi.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru sering manghadapi tingkah laku-tingkah laku kelas yang tidak dapat diterangkan dan sulit diatasi karena tingkah laku tersebut telah diperkuat untuk memenuh kabutuhan tertentu. Dalam situasi-situasi yang agaknya memberikan “reward” bagi seorang anak, kecenderungan tingkah laku dapat dipelajari. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan anak, misalnya dengan memberi pujian atau penghargaan-penghargaan lainnya.
D. Proses Motivasi dalam Belajar
Dalam psikologi belajar, proses berarti cara-cara atau langkah-langkah yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu. Jadi, proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik yang terjadi dalam diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah yang lebih maju dari keadaan sebelumnya.
Mengenai tahap-tahap belajar terdapat beberapa pendapat:
1.      Menurut Jerume S. Bruner, dalam proses belajar siswa menempuh tiga tahap:
a.       Tahap Informasi (tahap penerimaan materi)
b.      Tahap Transformasi (tahap pengubahan materi)
c.       Tahap Evaluasi (tahap penilaian materi)

2.      Menurut Arno F. Wittig dalam bukunya Psychology of Learning setiap proses belajar selalu berlangsung dalam tiga tahapan, yaitu:
a.      Acquisition (tahap perolehan/penerimaan informasi)
b.      Storage (tahap penyimpanan informasi)
c.       Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi)[7]
Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa yang dimaksud dengan motif adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak atau melakukan sesuatu. Dalam hal belajar, motivasi itu sangat penting, karena motivasi bisa dikatakan sebagai syarat mutlak untuk belajar.

E. Faktor-Faktor yang Mempermudah Timbulnya Motivasi Belajar
1.      Readiness (Kesiapan)
Kesiapan adalah Keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respons dengan cara tertentu terhadap situasi tertentu. Kondisi tersebut mencakup tiga aspek, yaitu:
a.       Fisik, mental, dan emosional.
b.      Kebutuhan-kebutuhan, motif, dan tujuan.
c.       Keterampilan dan pengetahuan.
Adapun prinsip-prinsip readiness adalah:
a.       semua aspek perkembangan berinteraksi (saling mempengaruhi).
b.      kematangan jasmani dan rohani adalah perlu untuk memperoleh manfaat dari pengalaman.
c.       pengalaman-pengalaman mempunyai pengaruh yang positif terhadap kesiapan.
d.      kesiapan dasar untuk kegiatan tertentu terbentuk selama masa pembentukan dalam masa perkembangan.[8]

2.      Incentive
Incentive adalah penghargaan yang diberikan atas keberhasilan siswa, sehingga siswa terdorong untuk melakukan usaha lebih lanjut guna mencapai tujuan-tujuan pengajaran. Hal ini sangat berguna untuk meningkatkan motivasi siswa. Penghargaan ini misalnya berupa pujian, angka yang baik, memberi hadiah, dan lain-lain.
Incentive dapat dibedakan menjadi dua macam:
a.       Insentif istrinsik, yaitu situasi yang mempunyai hubungan fungsional dengan tugas dan tujuan. Misalnya pengenalan tentang hasil/kemajuan belajar serta mengenai persaingan sehat.
b.        Insentif ekstrinsik, yaitu situasi yang tidak mempunyai hubungan fungsional dengan tugas. Misalnya: ganjaran, hukuman, perlakuan kasar, kekejaman, dan ancaman yang membuat takut. Dari kedua macam intensif tersebut, yang lebih memajukan belajar individu adalah insentif intrinsik.


3.      Transfer
Transfer adalah pengaruh dari hasil belajar yang telah diperoleh pada waktu yang lalu terhadap proses dan hasil belajar yang dilakukan kemudian. Apabila hasil belajar yang terdahulu itu memperlancar proses belajar berikutnya, maka transfer tersebut disebut transfer positif. Namun jika mengganggu proses belajar berikutnya maka transfer tersebut disebut transfer negatif.
Untuk mempermudah transfer dibutuhkan kondisi yang kondusif, yaitu dengan adanya kemampuan asli pelajar, murid mempelajari materi yang menarik baginya, sikap yang positif dan usaha suka rela murid, cara mengajar yang menarik, bervariasi, tepat guna dan sesuai dengan kemampuan murid.
Adapun prinsip-prinsip transfer adalah:
a.       Menanamkan kesungguhan pada anggota pelajar
b.      Membuat materi belajar menjadi lebih bermakna
c.       Memungkinkan terjadinya konsekuensi yang memuaskan terhadap respon-respon yang benar
d.      Menyediakan latihan/ praktek
e.       Menghindari organisasi yang salah dan gangguan
f.       Menekankan konsep-konsep dan kemampuan umum
g.      Memungkinkan terjadinya aplikasi
h.      Memungkinkan peningkatan belajar dan tindak lanjutnya.











BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Motivasi adalah suatu energi atau tenaga yang dapat membangkitkan atau mengarahkan tingkah laku individu yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan, dengan kata lain motivasi merupakan suatu dorongan yang diberikan oleh orang lain untuk mencapai tujuannya.
Motif atau “motive” adalah tenaga penggerak yang berasal dari dalam diri manusia untuk melakukan sesuatu yang terarah pada kebutuhan psikis atau rohaniah. Desakan atau “Drive” diartikan sebagai dorongan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah. Kebutuhan atau “Need” merupakan suatu keadaan dimana individu merasakan adanya kekurangan, atau ketiadaan sesuatu yang diperlukannya. Ketiga hal tersebut sangat bertalian erat dan sukar dipisahkan, karena semuanya termasuk suatu kondisi yang mendorong individu melakukan suatu kegiatan, yang mana kondisi tersebut disebut dengan motivasi.
Secara umum, motivasi dibagi menjadi dua, yakni motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi berkaitan erat dalam proses pembelajaran, agar tercipta suasana kegiatan belajar mengajar yang efektif yang dapat mewujudkan hasil belajar yang memuaskan, diperlukan adanya dorongan/motivasi dari dalam jiwa siswa.
Dalam setiap perbuatan, manusia tentu mempunyai tujuan yang berdasarkan motif tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan sebuah motivasi. Motivasi inilah yang mengaktifkan atau memberi dorongan kepada manusia untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang dapat memberikan kepuasan apabila berhasil dicapai. Diantara faktor-faktor yang mempermudah timbulnya motivasi belajar adalah Readines (Kesiapan), Incentive (Penghargaan), dan Transfer.



DAFTAR PUSTAKA

A Machrany. Motivasi dan Disiplin Kerja. Jakarta: SIUP. 1998

Slameto. Belajar dan Faktor-faktor yang Mepengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta. 1995

Muhibbin Syah. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2003

Nana Syaodih Sukmadinata. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. 2005

Ngalim Purwanto.  Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya. 2011

Oemar Hamalik. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara, 2001

https://amrikhan.wordpress.com/2012/10/29/pengertian-motivasi-dalam-psikologi-belajar.htm/



[1] Ngalim Purwanto,  Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosda Karya., 2011), h. 60.
[2] A. Machrany, Motivasi dan Disiplin Kerja (Jakarta: SIUP, 1998), h. 109.
[3] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h. 158-159
[4] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2005), h. 61.
[5] Ibid h., 63-64.
[6] Ibid., h. 68-69.
[7] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 109-111.
[8] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mepengaruhinya (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995), h. 113-114.