Kejayaan Islam
di Spanyol dimulai pada masa Daulat Bani Umayah II berkuasa, yaitu pada masa
Abd al-Rahman al-Dakhil sampai Abdullah ibn Muhammad. Namun, mencapai puncaknya
pada periode ketiga, yaitu masa Abdurrahman III dan dua amir berikutnya; Hakam
II dan Hisyam II.[1]
Pada waktu itu,
umat Islam Spanyol mengalami kemakmuran dan kemajuan di segala bidang, baik
politik maupun peradaban, terutama ilmu pengetahuan dan teknologi. Islam
Spanyol disebut-sebut mencapai puncak kemajuan dan kejayaan yang menyaingi
Daulat Bani Abbasiyah di Baghdad.[2]
Bahkan, Islam Spanyol memiliki kemajuan yang sangat mengagumkan dan jauh
meninggalkan Eropa.
Spanyol
mencapai masa keemasan pada periode ketiga, yaitu antara tahun 912-1013 M.
Prestasi-prestasi yang mereka peroleh sangatlah banyak, hingga pengaruhnya
sampai ke tanah Eropa hingga dunia, menuju pada kemajuan yang sangat kompleks,
terutama kontribusinya pada dunia intelektual. Tak kalah pentingnya juga dalam
pembangunan-pembangunan fisik yang sangat megah. Kemajuan intelektualnya
terdiri dari hal filsafat, sains, fiqih, musik dan kesenian, bahasa dan sastra,
kemegahan pembangunan fisik diantaranya Cordoba dan Granada. Hal ini tak luput
dengan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi Islam di Spanyol mengalami masa
keemasan.
Pengaruh
peradaban Islam di Spanyol diantaranya membawa kemajuan Eropa yang terus
berkembang dan sampai saat ini mereka berhutang budi pada khazanah ilmu
pengetahuan Islam yang berkembang pada periode klasik.
Kesuburan
negeri Spanyol mendatangkan hasil perekonomian yang tinggi, dan akhirnya
melahirkan banyak pemikir. Masyarakat Islam Spanyol mendatangkan masyarakat
yang majemuk yang terdiri atas komunitas Arab, bagian utara maupun selatan.
Al-Muwalladun yaitu orang-orang Spanyol yang masuk Islam, Barbar yaitu orang
Islam yang berasal dari Afrika Utara, al-Shaqalibah yaitu penduduk daerah
antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual
kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran, Yahudi, Kristen Muzareb
yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang Islam. Kecuali komunitas
yang terakhir, memberikan saham intelektual yang melahirkan Kebangkitan Ilmiah,
sastra, dan kemegahan pembangunan fisik di Spanyol.
Setelah
runtuhnya Daulat Bani Umayah II, tonggak perjuangan berada di zaman
Muluk-al-Thawaif, Daulah Murabbitin, Muwahidin, kemudian terakhir Bani Ahmar.
Saat itu, pembangunan peradaban Islam tidak menentu arahnya karena kondisi
politik Spanyol yang diselang-seling antara masa kekacauan dan kestabilan.
Ketika umat Islam stabil, umat Islam dapat membangun peradabannya. Namun,
ketika terjadi kekacauan, peradabannya mengalami stagnasi bahkan sampai kepada
kemunduran.[3]
B. Kemajuan-kemajuan yang dicapai Islam di Spanyol
Kemajuan-kemajuan
yang dicapai Islam di Spanyol pada masa itu adalah:
1.
Kemajuan Intelektual
a. Filsafat
Islam di
Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan
sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu
pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan
ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan
penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abdurrahman (832-886 M). [4]
Atas inisiatif
al-Hakam (961-976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam
jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaan dan
universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu
pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin dinasti Bani
Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof
besar pada masa sesudahnya.
Tokoh utama
pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn
al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Dilahirkan di Saragosa, ia
pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez tahun 1138 M
dalam usia yang masih muda. Seperti al-Farabi dan Ibn Sina di Timur, masalah
yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnum opusnya adalah Tadbir
al-Mutawahhid.
Tokoh utama
kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil
di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M. Ia banyak
menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang
sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Bagian akhir
abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar
di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rusyd dari Cordova. Ia lahir
tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam
menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti
masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli
fiqh dengan karyanya Bidayah al-Mujtahid.
Diantara tokoh-tokoh lain filsafat
pada waktu itu adalah:
1)
Ibn Masarrah sebagai perintis
filsafat di Spanyol.
2)
Solomon Ben Gabirol (Avicebrol)
adalah guru besar pertama aliran neo-Platonis.[5]
Karya utamanya adalah Yanbu’ al-Hayah (Sumber Kehidupan).
3)
Abu Bakr ibn Thufail banyak menulis
masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat
terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
4)
Ibnu Rusyd (Averoes), seorang
filosof muslim terbesar (dinilai dari pengaruhnya terhadap dunia barat),
astronom Spanyol-Arab, dokter, faqih, dan komentator Aristoteles. Karyanya yang
terkenal dalam filsafat adalah Tahafut al-Tahafut dan
Bidayah al-Mujtahid dalam ilmu fikih serta al-Kulliyat fi Al-Tibb
dalam bidang kedokteran.
b. Sains
Ilmu-ilmu
kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang
dengan baik. Abbas ibn Famas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah
orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya
al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya
gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat
teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan
bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang
obat-obatan. Umm al-Hasan bint Abi Ja'far dan saudara perempuan al-Hafidz
adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Diantara
tokoh-tokohnya adalah:
1)
Abu Al-Zahrawi, seorang tabib dan
ahli bedah serta penemu teknik pengobatan patah tulang dengan Gyps.[6]
2)
Abbas ibn Farnas, termasyhur dalam
ilmu kimia dan astronomi. Dialah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca
dari batu.
3)
Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash,
terkenal dalam ilmu astronomi. Dia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana
matahari dan menentukan berapa lamanya, serta berhasil membuat teropong modern
yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang.
4)
Ahmad ibn Ibas, ahli dalam bidang
obat-obatan. Beliau berasal dari Cordova.
5)
Umm al-Hasan binti Abi Ja’far dan
saudara perempuan al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan
wanita.
6)
Ibn al-Khotib dan Ibn Khotima
menulis buku tentang penyakit menular.
7)
Ibn al-Baytar terkenal dalam ilmu
botani dan farmasi. Dia mengarang buku yang membahas tentang 1400 macam
tanaman.
Bahkan, penulis
The Legacy of Islam (Oxford: Clerendon Press, 1931), Barron Carra de
Vaux yang tidak mengagumi Arab dalam bukunya William Montgomery Watt,
menyebutkan[7]:
“Arab sesungguhnya telah mencapai
sesuatu yang sangat besar dalam ilmu pengetahuan, mereka mengajarkan penggunaan
angka (angka hitungan arab), walaupun mereka tidak menemukannya, dan juga
menjadi pendiri Aritmatika dalam kehidupan sehari-hari. Mereka membuat Aljabar,
sebuah ilmu eksakta dan membangun serta memperluasnya, meletakkan dasar analisa
geometry. Mereka tidak dapat disangkal merupakan pendiri pesawat dan
trigonometri berbentuk bola, dan selanjutnya mendiskusikannya, dan ini tidak
ada dalam kebudayaan Yunani.”
c. Sejarah dan Geografi
1)
Ibnu Jubair dari Valencia (1145-1228
M) menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia.
2)
Ibnu Bathuthah (1304-1377 M) dari
Tangier mencapai Samudra Pasai dan Cina, Ibn al-Khatib menyusun riwayat
Granada.[8]
3)
Ibn Khaldun dari Tunis yang terkenal
dengan karyanya Muqaddimah yang merupakan bagian pertama dari kitab Al-‘Ibar
Wadiwan al-Mubtada’ Wa al-Khabar Fi Ayyam al-Arab Wa al-‘Ajam Wa al-Bar-bar adalah
perumus filsafat sejarah.[9]
4)
Andalus ibn Hayyan sebagai sejarawan
pertama.[10]
d. Fikih
Dalam bidang
fikih, Spanyol Islam dikenal penganut madzhab Maliki. Ziyad ibn Abd al-Rahman
yang memperkenalkan madzhab ini di sana dan selanjutnya ditentukan oleh
Ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd al-Rahman.
Ahli-ahli fikih
lainnya di antaranya adalah Abu Bakr ibn al-Quthiyah, Munzir ibn Sa’id
al-Baluthi dan Ibn Hazm. Telah diriwayatkan dari Abu Rafi’, bahwa Ibn Hazm
mempunyai karya yang sangat banyak yakni mencapai hampir 80.000 lembar.[11]
e. Musik dan Kesenian
Al-Hasan ibn
Nafi’ yang dijuluki dengan Zaryab adalah tokoh yang membawa
kecemerlangan Spanyol dalam bidang musik dan seni suara. Ia juga terkenal
sebagai penggubah lagu. Setiap kali diselenggarkan pertemuan dan jamuan, Zaryab
selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya. Ilmu yang dimiliknya itu diturunkan
kepada anak-anaknya baik pria maupun wanita, dan juga kepada budak-budak,
sehingga kemasyhurannya tersebar luas.
f. Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab
telah menjadi ratu bahasa di Spanyol. Bahasa tersebut dapat diterima oleh
orang-orang Islam dan non-Islam. Pasalnya, bahasa tersebut mampu menjadi bahasa
administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol.
Bahkan,
penduduk asli Spanyol menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang
ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata
bahasa. Mereka itu antara lain:
1)
Ibn Sayidih
2)
Ibn Malik (pengarang Alfiyah)
3)
Ibn Khuruf
4)
Ibn Al-Hajj
5)
Abu Ali al-Isybili
6)
Abu al-Hasan ibn Usfur
7)
Abu Hayyan al-Gharnathi.
Seiring dengan
kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra banyak bermunculan, seperti; Al-‘Iqd
al-Farid karya Ibn Abd Rabbih, al-Dzakhirah fi Mahasin Ahl al-Jazirah oleh
Ibn Bassam, Kitab al-Qalaid buah karya al-Fath ibn Khaqan.
2.
Kemajuan
Pembangunan
a. Bidang Pembangunan Fisik
Adapun
pembangunan dalam bidang fisik yang telah dicapai adalah:
1)
Cordova
Ibu kota
Spanyol sebelum Islam yang kemudian diambil alih oleh Bani Umayah ini dibangun
dan diperindah. Jembatan besar dibangun di atas sungai yang mengalir di tengah
kota. Taman-taman dibangun dan dihiasi dengan pohon-pohon dan bunga-bunga yang
diimpor dari Timur.
Cordova, di
zaman pemerintahan Abdur Rahman III (khalifah ketiga Kerajaan Umayyah di
Barat), adalah ibukota Andalusia. Di malam hari, kota ini diterangi dengan
lampu-lampu terang untuk memudahkan orang-orang berjalan malam. Bukan hanya di
dalam kota, tetapi juga jalan di luar kota diterangi dengan lampu sejauh 16
kilometer. Lorong-lorong sudah dikeraskan dengan koral, jalanan dibebaskan dari
sampah dan kekotoran, terdapat pula taman-taman yang indah di mana para
pendatang dapat santai beristirahat sebelum kembali ke rumahnya. Berpenduduk
lebih dari satu juta jiwa (empat kali lebih banyak daripada penduduk kota
terbesar di belahan Eropa). Di kota ini terdapat 900 kamar mandi umum, 283.000
rumah tinggal, 80.000 buah gedung, dan 600 buah masjid, dengan luasnya 8 fasakh
(30.000 yard atau lebih kurang 27 km). Semua penduduknya terpelajar. Di belahan
Timur kota itu saja terdapat 170 orang wanita yang berprofesi sebagai penulis
kitab suci al-Qur’an dengan huruf kufi yang indah. Ada 80 buah sekolah tempat
anak-anak fakir miskin belajar secara gratis, dan tersedia 50 buah rumah sakit.
Masjid Cordova dari dulu hingga sekarang terkenal dengan seni arsitekturnya
yang sangat indah. Menara (tempat adzan) berketinggian 40 yard dengan kubahnya
yang terdiri di atas tiang kayu berukir. Tiang-tiangnya yang berjumlah 1093
buah itu terdapat dari batu marmer yang berwarna-warni seperti warna papan
catur, dan dari tiang-tiang itu tersusun 19 bumbungan arah memanjang dan 38
bumbungan arah melebar. Di malam hari, masjid ini diterangi oleh 4700 buah
lampu yang menghabiskan 24.000 pon (lebih kurang 11 ton) minyak per tahun. Di
bagian Selatan terdapat 19 buah pintu masing-masing bercelupkan dan bertatahkan
perunggu yang sangat bagus, kecuali pintu tengah bertatahkan emas. Di bagian
Timur dan Barat juga terdapat 19 buah pintu sejenis itu. Adapun mihrabnya
cukuplah dilukiskan dengan kata-kata oleh seorang sejarawan Barat: “Mihrab itu
merupakan yang terindah bagi semua mata manusia. Saya tidak pernah melihat
hiasan seindah itu, baik dari peninggalan-peninggalan zaman kuno maupun zaman
modern”.
Di sekitar ibu
kota berdiri istana-istana yang megah yang semakin mempercantik pemandangan.
Seperti, istana Az-Zahra yang dibangun pada masa Abdurrahman III
atas usulan istrinya yang bernama Az-Zahra dengan mendatangkan tiga orang
arsitek.[12]
Khusus
kota-kota Islam ada tempat-tempat pemandian sehingga disana ada sekitar 900
pemandian. Karena air sungai tidak dapat diminum, penguasa muslim mendirikan
saluran air dari pegunungan yang panjangnya 80 Km.[13]
Perpustakaan
besar yang dibangun pada masa Abd al-Rahman III dan anaknya ‘Hakam II’ pun ada
di sana. Bahkan, menjadi perpustakaan terbesar di Eropa pada waktu itu dengan katalog yang mencapai 44 jilid.[14]
Atas inisisatif Hakam II pula, karya-karya ilmiah diimpor dari Timur dalam
jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaan dan
universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam.[15]
Hal ini perah
diungkapkan oleh seorang ahli sejarah berkebangsaan Turki, Zia Pasha, sebagai
mu’jizat zaman yang belum pernah tergambar dalam benak pembangunan yang manapun
sejak dunia ini ada, dan belum pernah terbetik dalam akal segala insinyur sejak
akal itu diciptakan.
2)
Granada
Granada adalah
tempat pertahanan terakhir ummat Islam di Spanyol. Di sana berkumpul sisa-sisa
kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Cordova diambil alih oleh Granada di
masa-masa akhir kekuasaan Islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya
terkenal di seluruh Eropa.
Di sana lah
terdapat istana al-Hamra yang indah dan megah yang dibangun atas perintah
Sultan Nasriyyah mulai tahun 1246 M.[16]
Dari dulu hingga sekarang setiap orang yang mengunjunginya pastilah kagum.
Terletak di dataran tinggi di bilangan pegunungan Granada pada suatu padang
yang sangat luas dan subur, sehingga nampak sebagai istana yang terindah di
dunia. Istana al-Hamra mempunyai ruangan-ruangan besar. Ada yang disebut
ruangan hitam (karena terdiri dari marmer berwarna hitam), ada ruangan dua
sejoli, yang satunya berwarna putih dan yang lainnya berwarna hitam, ada
ruangan pengadilan, dan ruangan untuk menerima tamu dan duta-duta asing.
Di samping itu,
di kota-kota lain juga terdapat pembangunan fisik. Diantaranya: Istana
Ja’fariyyah di Saragosa, tembok di Toledo, dan masjid megah di Seville.
3)
Isabella
Di kota ini
terdapat 6000 orang tukang tenun kain sutra, di segenap penjuru dikelilingi
pohon zaitun, oleh sebab mana terdapat 100.000 tempat produksi minyak zaitun.
Secara
keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa Spanyol Islam merupakan negeri yang sudah
maju. Di setiap kota dikenal dengan bermacam-macam hasil produksinya yang
menjadi konsumsi bagi dunia Eropa. Andalusia dikenal dengan industri baju besi,
topi baja, senjata dan besi baja dipasarkan di seluruh negeri di dunia Eropa.
b. Bidang Perdagangan:
1)
membangun jalan-jalan.
2)
membangun pasar-pasar.
c. Bidang Pertanian:
1)
Memperkenalkan sistem irigasi kepada
masyarakat Spanyol.
2)
Orang-orang Arab mendirikan dam-dam
untuk mengecek curah air, waduk untuk konservasi (penyimpanan air),
kanal-kanal, saluran sekunder, tersier dan jembatan-jembatan air sehingga
tempat-tempat yang tinggi juga mendapat jatah air. Serta memperkenalkan
pengaturan hidrolik yang dibangun dengan memperkenalkan roda air (Inggris:water
wheel, Persia:na’urah, Spanyol:Noria)
untuk irigasi.
3)
Orang-orang Islam memperkenalkan
pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun, dan tanaman-tanaman.
d. Bidang Industri:
1)
tekstil,
2)
kayu,
3)
kulit,
4)
logam,dan industri barang-barang
tembikar.
C. Faktor Pendukung Islam Mencapai Kemajuannya di Spanyol
Spanyol Islam,
kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan
berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti
Abdurrahman al-Dakhil, Abdurrahman al-Wasith dan Abdurrahman al-Nashir.
Keberhasilan
politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan
penguasa-penguasa lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang
terpenting diantara penguasa dinasti Umayyah di Spanyol dalam hal ini adalah
Muhammad ibn Abdurrahman (852-886) dan al-Hakam II al-Muntashir (961-976).
Toleransi
beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan
Yahudi, sehingga mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di
Spanyol. Untuk orang-orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi,
disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama
mereka masing-masing.
Masyarakat
Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk, terdiri dari berbagai komunitas,
baik agama maupun bangsa. Dengan ditegakkannya toleransi beragama,
komunitas-komunitas itu dapat bekerja sama dan menyumbangkan kelebihannya
masing-masing.
Meskipun ada
persaingan yang sengit antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol,
hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak selalu berupa peperangan. Sejak abad
ke-11 M dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat
wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal
ini menunjukkan bahwa meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan
politik, terdapat apa yang disebut kesatuan budaya dunia Islam.
Perpecahan
politik pada masa Muluk al-Thawa'if dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya
peradaban. Masa itu, bahkan merupakan puncak kemajuan ilmu pengetahuan,
kesenian, dan kebudayaan Spanyol Islam. Setiap dinasti (raja) di Malaga,
Toledo, Sevilla, Granada, dan lain-lain berusaha menyaingi Cordova. Kalau
sebelumnya Cordova merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam di Spanyol,
Muluk al-Thawa'if berhasil mendirikan pusat-pusat peradaban baru yang
diantaranya justru lebih maju.
Sehingga dapat
disimpulkan faktor-faktor yang mendukung masyarakat Spanyol untuk mencapai
kemajuan-kemajuannya adalah:
1. Heterogenitas
masyarakat Spanyol yang terdiri dari komunitas Arab, al-Muwalladun,
Barbar, al-Shaqalibah, Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya
Arab dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu,
kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya
lingkungan budaya Spanyol yang melahirkan kebangkitan ilmu pengetahuan dan
peradaban di Spanyol.[17]
2. Adanya semangat
kesatuan budaya Islam yang timbul pada pemikiran para ulama.
3. Adanya
toleransi beragama yang tinggi dalam masyarakat Spanyol.
4. Persaingan
antara Muluk at-Thawaif yang ingin menandingi Cordova dalam hal kemajuan
ilmu pengetahuan, sastra, seni, dan kebudayaan.
5. Adanya
penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa. Diantaranya; Abdurrahman I,
Abdurrahman II, Abdurrahman III dan Hakam.
Selain dari
beberapa faktor di atas, pemerintah juga memberikan subsidi yang banyak
terhadap pendidikan. Hal ini terlihat dari murahnya buku-buku bacaan,
penghargaan tinggi yang diberikan kepada penulis atau penerjemah buku
berupa emas murni seberat buku yang diterjemahknanya. Tidak hanya itu,
pemerintah juga memberikan subsidi untuk makanan pokok sehingga harganya
relatif terjangkau bagi masyarakat dan pelajar.[18]
[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban
Islam, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2003), cet. XV, h. 95-96
[3] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam
Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, (Jakarta:Kencana, 2003), cet.I,
h. 129
[4] Badri Yatim, op.cit., h. 101
[5] Philip K. Hitti, History of The
Arabics, (Jakarta:Serambi Ilmu Semesta, 2010), h. 740
[6] Azyumardi Azra, Historiografi
Islam Kontemporer, ( Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2002), cet.I, h.
365
[7] William Montgomery, Butir-Butir
Hikmah Sejarah Islam, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2000), h.133-134
[8] Badri Yatim, op.cit., h. 102
[9] Philip K. Hitti, op.cit., h.
723
[10] Musyrifah Sunanto, op.cit., h.
130
[11] Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi
Ulama Salaf, (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar, 2009), h. 674
[12] Samsul Munir Amin, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta:Amzah, 2009), cet.I, h. 293-294
[13] Badri Yatim, op.cit., h. 105
[14] Musyrifah Sunanto, op.cit., h.
128-129
[15] Badri Yatim, op.cit., h. 101
[16] Musyrifah Sunanto, op.cit., hlm.
130
[17] Badri Yatim, op.cit., h.
100-101
[18] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan
Islam, ( Jakarta:Kencana, 2009), cet.III, h. 101
0 komentar:
Posting Komentar