Selasa, 17 Mei 2016

resensi buku pendidikan, Filsafat ilmu dalam perspektif barat dan islam

Judul Buku “Filsafat Ilmu: Perspektif Barat dan Islam”
Dr. Adian Husaini (Editor)
Cet. 1, 2013, Penerbit Gema Insani
Tebal 292 Halaman


Filsafat, mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, merupakan bagian tak terpisahkan dari ilmu pengetahuan. Sifatnya yang inheren di dalam ilmu pengetahuan inilah sesungguhnya yang menyebabkan ilmuwan atau para penuntut ilmu, setidaknya harus mengenal filsafat. Oleh karena itu, hampir semua perguruan tinggi saat ini memiliki mata kuliah filsafat ilmu, atau yang semisalnya, tergantung dari institusi yang melabelinya.
Dengan majunya Peradaban Barat, maka ilmu yang berkembang di Barat pun mengkooptasi perkembangan ilmu di peradaban lain, tak terkecuali filsafat. Apakah karena usianya yang semakin tua dan peradabannya yang maju, lantas menjadikan filsafat ilmu hasil impor dari barat ini juga lebih baik? Atau
apakah konsep yang ditawarkan sesuai atau paling tidak saling melengkapi dengan filosofi ilmu dari perspektif peradaban lain, dalam hal ini peradaban Islam? Mungkin pertanyaan semacam ini muncul di benak kita.
Buku ini hadir untuk mengurai dan menjawab beberapa di antara berbagai pertanyaan yang muncul dalam topik filsafat ilmu menurut perspektif Barat maupun Islam, dan hubungan antara keduanya. Buku yang terdiri dari dua belas bab ini ditulis oleh delapan penulis yang pakar di bidangnya.
Saat kita tahu bahwa kini Barat mempropagandakan konsep-konsep mereka tentang ilmu, maka harus ditelusuri kisahnya melalui sejarah mereka. Bab awal buku ini, “Sekularisasi Ilmu”, mengupas permasalahan ini. Bab ini menyinggung filsafat pada zaman Pre-Socratic hingga revolusi ilmiah saat ini. Dijelaskan pula, terjadinya sekularisasi dan westernisasi ilmu yang mengandalkan rasio dalam mengukur kebenaran.
Bab-bab selanjutnya berbincang tentang konsep ilmu di dalam Islam. Tiap-tiapnya membahas definisi, pemetaan metodologi, dan epistemologi Islam. Dalam bab “Prinsip-Prinsip Dasar Epistemologi Islam” misalnya, Dr. Syamsuddin Arif menekankan bahwa perlunya sikap kritis seorang muslim dalam mengambil sumber ilmu. Beliau menegaskan kembali konsep ulama terdahulu bahwa ilmu merupakan agama, maka kepada siapa kita berguru adalah hal yang wajib kita perhatikan. Dengan kata lain, ilmu harus dicari dari sumber yang otoritatif yang memiliki pandangan hidup Islam.
Ilmu dan adab dalam Islam juga menjadi salah satu isu penting dalam buku ini, karena dalam konsep Islam, ilmu dan adab tidak bisa dipisahkan. Berilmu tanpa adab adalah dimurkai, sementara beradab tanpa ilmu adalah kesesatan. Dalam pendidikan Islam, tujuan pendidikan hakikatnya adalah membentuk manusia yang beradab, dan di Indonesia, konsep ini sebenarnya adalah bagian dari pilar bangsa, yaitu dalam sila kedua Pancasila.
Buku ini ditutup dengan paparan mengenai islamisasi ilmu pengetahuan. Sebuah penutup bab yang memberikan gambaran proses yang mungkin bisa dilakukan untuk mengislamisasikan ilmu pengetahuan. Dijelaskan di dalam bagian ini, islamisasi ilmu yang dikemukakan dari berbagai pakar pendidikan Islam, seperti Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Ismail Al-Faruqi, Syed Hossein Nasr, Ja’far Syekh idris, hingga Ziauddin Sardar. Hal yang menarik adalah, di antara kelima tokoh tersebut, Syed Hussein Nasr tampaknya agak menyimpang dari konsep Islamisasi Ilmu. Jika kita membaca ide dari keempat tokoh tersebut secara seksama di buku ini, kita akan menemukan bahwa keempatnya sepakat dengan gagasan konsep ilmu yang lain tidak lebih baik dari Islam. Syed Nasr, yang dikritik oleh Al-Attas dalam bukunya Prolegomena to the Metaphysic of Islam, mengajukan ide sains sakral, yang pada level esoteris (batin) agama dianggap sama. Padahal, Islamisasi pengetahuan tentu saja mengedepankan keunikan agama Islam sebagai agama yang benar. Gagasan ini disebut juga sebagai gagasan Perennialisme, sehingga di satu sisi, gagasan ini betul kritis terhadap sains sekuler tapi sebenarnya tidak berpihak pada proses islamisasi.
Untuk membahas filsafat ilmu dari dua perspektif yang berbeda tentu saja sangat tidak cukup dengan uraian setebal 292 halaman dari buku ini. Tetapi,
ide-ide pokok tentang konsep ilmu Barat maupun Islam dalam buku ini kurang lebih telah memberikan asupan yang cukup sebagai bekal awal bagi para pembaca yang ingin menyelaminya lebih dalam. Adapun kekurangan dari buku ini di antaranya adalah tidak seragamnya format yang digunakan, misalnya pada beberapa bab memiliki bagian penutup, sedangkan pada bab yang lain tidak ada. Dalam buku yang juga merupakan kumpulan makalah ini, beberapa penerjemahan dirasakan kurang tepat, walaupun tidak mengganggu secara substansial terhadap pemaknaan kalimat. Berkaitan dengan penulisan, ukuran huruf juga tidak konsisten, karena ada bab yang ukuran hurufnya lebih besar dari ukuran huruf bab yang lain. Tetapi hal tersebut tentu saja tidak membuat buku ini menjadi kurang nikmat dan bermanfaat.

0 komentar:

Posting Komentar