Dr.
Adian Husaini (Editor)
Cet.
1, 2013, Penerbit Gema Insani
Tebal
292 Halaman
Filsafat, mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, merupakan
bagian tak terpisahkan dari ilmu pengetahuan. Sifatnya yang inheren di dalam
ilmu pengetahuan inilah sesungguhnya yang menyebabkan ilmuwan atau para
penuntut ilmu, setidaknya harus mengenal filsafat. Oleh karena itu, hampir
semua perguruan tinggi saat ini memiliki mata kuliah filsafat ilmu, atau yang
semisalnya, tergantung dari institusi yang melabelinya.
Dengan majunya Peradaban Barat, maka ilmu yang berkembang di
Barat pun mengkooptasi perkembangan ilmu di peradaban lain, tak terkecuali
filsafat. Apakah karena usianya yang semakin tua dan peradabannya yang maju,
lantas menjadikan filsafat ilmu hasil impor dari barat ini juga lebih baik?
Atau
apakah konsep yang ditawarkan sesuai atau paling tidak saling melengkapi dengan filosofi ilmu dari perspektif peradaban lain, dalam hal ini peradaban Islam? Mungkin pertanyaan semacam ini muncul di benak kita.
apakah konsep yang ditawarkan sesuai atau paling tidak saling melengkapi dengan filosofi ilmu dari perspektif peradaban lain, dalam hal ini peradaban Islam? Mungkin pertanyaan semacam ini muncul di benak kita.
Buku ini hadir untuk mengurai dan menjawab beberapa di antara
berbagai pertanyaan yang muncul dalam topik filsafat ilmu menurut perspektif
Barat maupun Islam, dan hubungan antara keduanya. Buku yang terdiri dari dua belas
bab ini ditulis oleh delapan penulis yang pakar di bidangnya.
Saat kita tahu bahwa kini Barat mempropagandakan
konsep-konsep mereka tentang ilmu, maka harus ditelusuri kisahnya melalui
sejarah mereka. Bab awal buku ini, “Sekularisasi Ilmu”, mengupas permasalahan
ini. Bab ini menyinggung filsafat pada zaman Pre-Socratic hingga revolusi
ilmiah saat ini. Dijelaskan pula, terjadinya sekularisasi dan westernisasi ilmu
yang mengandalkan rasio dalam mengukur kebenaran.
Bab-bab selanjutnya berbincang tentang konsep ilmu di dalam
Islam. Tiap-tiapnya membahas definisi, pemetaan metodologi, dan epistemologi
Islam. Dalam bab “Prinsip-Prinsip Dasar Epistemologi Islam” misalnya, Dr.
Syamsuddin Arif menekankan bahwa perlunya sikap kritis seorang muslim dalam
mengambil sumber ilmu. Beliau menegaskan kembali konsep ulama terdahulu bahwa
ilmu merupakan agama, maka kepada siapa kita berguru adalah hal yang wajib kita
perhatikan. Dengan kata lain, ilmu harus dicari dari sumber yang otoritatif
yang memiliki pandangan hidup Islam.
Ilmu dan adab dalam Islam juga menjadi salah satu isu penting
dalam buku ini, karena dalam konsep Islam, ilmu dan adab tidak bisa dipisahkan.
Berilmu tanpa adab adalah dimurkai, sementara beradab tanpa ilmu adalah
kesesatan. Dalam pendidikan Islam, tujuan pendidikan hakikatnya adalah
membentuk manusia yang beradab, dan di Indonesia, konsep ini sebenarnya adalah
bagian dari pilar bangsa, yaitu dalam sila kedua Pancasila.
Buku ini ditutup dengan paparan mengenai islamisasi ilmu
pengetahuan. Sebuah penutup bab yang memberikan gambaran proses yang mungkin
bisa dilakukan untuk mengislamisasikan ilmu pengetahuan. Dijelaskan di dalam
bagian ini, islamisasi ilmu yang dikemukakan dari berbagai pakar pendidikan
Islam, seperti Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Ismail Al-Faruqi, Syed Hossein
Nasr, Ja’far Syekh idris, hingga Ziauddin Sardar. Hal yang menarik adalah, di
antara kelima tokoh tersebut, Syed Hussein Nasr tampaknya agak menyimpang dari
konsep Islamisasi Ilmu. Jika kita membaca ide dari keempat tokoh tersebut
secara seksama di buku ini, kita akan menemukan bahwa keempatnya sepakat dengan
gagasan konsep ilmu yang lain tidak lebih baik dari Islam. Syed Nasr, yang
dikritik oleh Al-Attas dalam bukunya Prolegomena to the Metaphysic of Islam,
mengajukan ide sains sakral, yang pada level esoteris (batin) agama dianggap
sama. Padahal, Islamisasi pengetahuan tentu saja mengedepankan keunikan agama
Islam sebagai agama yang benar. Gagasan ini disebut juga sebagai gagasan
Perennialisme, sehingga di satu sisi, gagasan ini betul kritis terhadap sains
sekuler tapi sebenarnya tidak berpihak pada proses islamisasi.
Untuk membahas filsafat ilmu dari dua perspektif yang berbeda
tentu saja sangat tidak cukup dengan uraian setebal 292 halaman dari buku ini.
Tetapi,
ide-ide pokok tentang konsep ilmu Barat maupun Islam dalam buku ini kurang lebih telah memberikan asupan yang cukup sebagai bekal awal bagi para pembaca yang ingin menyelaminya lebih dalam. Adapun kekurangan dari buku ini di antaranya adalah tidak seragamnya format yang digunakan, misalnya pada beberapa bab memiliki bagian penutup, sedangkan pada bab yang lain tidak ada. Dalam buku yang juga merupakan kumpulan makalah ini, beberapa penerjemahan dirasakan kurang tepat, walaupun tidak mengganggu secara substansial terhadap pemaknaan kalimat. Berkaitan dengan penulisan, ukuran huruf juga tidak konsisten, karena ada bab yang ukuran hurufnya lebih besar dari ukuran huruf bab yang lain. Tetapi hal tersebut tentu saja tidak membuat buku ini menjadi kurang nikmat dan bermanfaat.
ide-ide pokok tentang konsep ilmu Barat maupun Islam dalam buku ini kurang lebih telah memberikan asupan yang cukup sebagai bekal awal bagi para pembaca yang ingin menyelaminya lebih dalam. Adapun kekurangan dari buku ini di antaranya adalah tidak seragamnya format yang digunakan, misalnya pada beberapa bab memiliki bagian penutup, sedangkan pada bab yang lain tidak ada. Dalam buku yang juga merupakan kumpulan makalah ini, beberapa penerjemahan dirasakan kurang tepat, walaupun tidak mengganggu secara substansial terhadap pemaknaan kalimat. Berkaitan dengan penulisan, ukuran huruf juga tidak konsisten, karena ada bab yang ukuran hurufnya lebih besar dari ukuran huruf bab yang lain. Tetapi hal tersebut tentu saja tidak membuat buku ini menjadi kurang nikmat dan bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar